Apa yang akan terjadi bila manusia sudah sesuai dengan iradat
atau kehendak-Nya? Ya, dia akan menjadi insan sempurna atau disebut
Insan Kamil. Lantas apa dan bagaimana potret manusia ideal yang
tersebut? Apakah sesuai dengan jati dirinya sendiri atau diri yang
mencontoh para Nabi/Rasul sehingga jati diri kita hilang?
Artikel ini dimaksudkan sebagai upaya (meski kecil) untuk memperteguh
keimanan kita, bahwa sesungguhnya keyakinan kita adanya manusia
sempurna yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa itu bukanlah utopia
atau angan-angan kosong. Sehingga upaya kita untuk berproses dan
bermetamorfosis untuk menjadi insan kamil sebagai tujuan hidup itu
tidaklah sia-sia belaka.
Kami ingin agar Pembaca yang budiman mengkritik dan memberi sanggahan
atas alur berpikir saya yang dinilai salah, sehingga tidak terjadi
dominasi alur berpikir. Sebab saya yakin, rumusan kebenaran bersama yang
dipikirkan oleh banyak kepala derajatnya akan lebih sempurna dan lebih
lengkap dibandingkan dengan berpikir sendiri atau dengan hanya
sekelompok kecil keyakinan yang tidak disanggah melalui argumentasiyang
matang dan masuk akal.
Ada sebuah tesis bahwa sebuah upaya perjalanan spiritual pasti
memiliki titik henti. Titik henti itu merupakan tujuan proses perjalanan
spiritual yaitu menjadi manusia sempurna/insan kamil di dunia ini.
Tanpa adanya insan kamil atau manusia sempurna di dunia ini berarti
proses perjalanan spiritual kita bisa dikatakan tidak masuk akal. Ibarat
kita sedang mencari dan ingin menjadi sosok idola sementara sosok idola
itu tidak ada dalam kenyataan. Bukankah hal ini merupakan kekonyolan?
Bila kita yakin bahwa tujuan pencarian kita adalah menjadi manusia
sempurna, insan kamil, atau manusia yang sudah bertakwa, atau manusia
yang sudah mampu manunggal dengan kehendak dan iradatnya itu ada. Lantas
seperti apa adanya itu? Sifat-sifatnya? Dan siapa contoh manusia
sempurna itu?
Ya benar, bahwa para nabi/rasul yang tersebut dalam kitab suci adalah
manusia yang sempurna. Sehingga kita diminta untuk
mencontoh/mensuritauladani sepak terjang mereka di dunia. Lantas
pertanyaan kita, bagaimana dengan perilaku mereka bisa diterapkan oleh
kita yang sangat tidak ideal ini?
Nanti bila kita sudah ditiadakan di dunia ini, atau meninggal dunia
dan ditanya oleh malaikat; maka pertanyaannya mungkin sebagai berikut:
Apakah kamu sudah berperan sebagai Karto, Karso, Karno yang ideal sesuai
dengan jati dirimu sendiri? Pasti kita tidak ditanya, apakah kamu
(Karto, Karso, dan Karno) sudah berperilaku dan bersifat seperti Para
Nabi/Rasul yang hidup ratusan atau ribuan tahun lalu?
Inilah yang perlu digarisbawahi, bahwa kita diharapkan untuk menjadi
DIRI SENDIRI dengan sifat, watak, karakter yang asli diri kita. Diri
yang mampu mengolah seluruh potensi kemanusiaan kita yang paling baik,
berperilaku yang terbaik dan berkarya sesuai dengan apa yang sudah kita
miliki sekarang ini. Tidak mungkin kita berkarya dengan potensi-potensi
yang bukan diri kita. Misalnya, kita diharapkan berkarya menciptakan
pesawat terbang bila kita tidak memiliki potensi keilmuan yang mendukung
terciptanya pesawat terbang.
Jadi manusia yang sempurna dan ideal sesungguhnya adalah manusia
sesuai dengan JATI DIRI Karto, Karso, Karno, …. atau sesuai dengan titah
Anda diciptakan-Nya. Sehingga sangat masuk akal bila kita bertanya
dalam rangka untuk menjadi manusia sempurna sebagai berikut: Apakah saya
sudah menjadi sebagaimana yang Tuhan kehendaki, apakah kaki saya sudah
melangkah sesuai dengan karep atau kehendak sang Pencipta kaki? Apakah
akal sudah untuk berpikir sesuai dengan Sang Pemrakarsa? Apakah tangan
saya sudah memegang dan menyentuh sebagaimana yang dikehendaki Sang Maha
Penyentuh?
Ini berarti yang dikehendaki Tuhan adalah: Jadilah diri Anda sendiri,
sebab inilah yang dicontohkan oleh para Rasul dan Nabi kita dulu.
Sebagaimana Muhammad SAW juga tidak mencontoh Nuh, Isa, Musa, Ibrahim
maupun Adam. Isa juga tidak mencontoh Ibrahim, Ibrahim juga tidak
mencontoh Nuh, dan seterusnya… Mereka tidak mencontoh siapa-siapa, dan
mereka yakin bahwa Tuhan sudah menciptakan diri mereka sendiri sangat
sempurna. Tinggal bagaimana SESEORANG ITU MEMUNCULKAN POTENSI
KEMANUSIAAN YANG PALING SEMPURNA YANG ADA PADA DIRINYA.
Keyakinan ini sangat ideal, saya kira, karena lebih menghargai
prinsip keadilan Tuhan. Karena Tuhan Maha Adil pula dia tidak
membeda-bedakan manusia kecuali ketakwaannya, kecuali perilakunya,
kecuali amal perbuatannya. Amal perbuatan juga pasti disesuaikan dengan
potensi kemanusiaan yang sudah diberikan Tuhan kepada kita.
Tidak mungkin saya stau mungkin Anda dituntut untuk memimpin sebuah
umat misalnya, sebab kita dilahirkan dengan sifat-sifat introvet, tidak
mampu berbicara di depan umum, tidak memiliki sumber daya yang mendukung
untuk diyakini oleh banyak orang. Bukankah sekarang ini jamannya bahwa
pemimpin umat adalah mereka yang memiliki segudang kelebihan? Wajar para
Nabi dan Rasul dipercaya oleh banyak orang sebab mereka dibekali dengan
mukjizat-mukjizat untuk meneguhkan kepercayaan orang terhadap
eksistensi kenabian/kerasulan. Para nabi dan rasul itu juga memiliki
tanda-tanda kenabian/kerasulan yang bisa dilihat secara obyektif dan
meyakinkan.
Sementara kita?
Jangankan mukjizat, wahyu dan Jibril juga tidak pernah dan mungkin
pula hingga akhir hayat tidak mungkin akan mendatangi kita… Duh, gimana
ini?
Jangan putus asa dari rahmat dan hidayah Allah SWT. Sebab dia telah
memberikan kita kemudahan-kemudahan yang luar biasa banyak. Semua telah
diberikan gratis pada kita. Boleh dikatakan kita ini manusia gratisan.
Tubuh gratis, nyawa gratis, otak, batin, udara gratis pula… Nah, kenapa
pula kita masih mengeluh bahwa kita manusia yang tidak sempurna dan
gudang kebodohan?
Yakinlah sekarang, bahwa sesungguhnya kita adalah manusia yang serba
sempurna. Manusia sempurna bukan manusia yang memiliki mobil, rumah,
pekarangan, sawah, gunung, lautan, kaal pesiar, hotel, penjara,
kekuasaan, uang beratus juta, tabungan, kartu kredit, isteri cantik, dan
sebagainya… Manusia sempurna adalah manusia yang menyadari kesempurnaan
wujudnya sebagai pemberian lengkap dari Tuhan untuk disyukuri sekaligus
dimanfaatkan untuk tujuan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Berbuat
sebaik-baiknya sesuai dengan JATI DIRI-nya masing-masing.
Oleh sebab itu, manusia sempurna bisa datang mana saja… Bisa datang
dari Gang Buntu di ujung RT becek sana, bisa datang orang yang tinggal
di sepetak tanah di tengah area persampahan, bisa datang dari bawah
kolong jembatan yang berdindingkan kardus dan tidur dengan kertas koran,
namun bisa juga datang dari sebuah kamar hotel mewah berbintang tujuh.
Ada sebuah kata yang bijaksana yang dilontarkan oleh Socrates dan di
dalam kitab Suci juga ada: KENALILAH DIRIMU SENDIRI, MAKA KAU AKAN
MENGENAL TUHANMU. Ya, kita tidak diminta mengenal Para Nabi/Rasul/Para
Sahabat/Para Ulama/Para Pemimpin Sekte dan seterusnya untuk mengenal
Tuhan. Tapi justeru mengenal DIRI SENDIRI YANG SEJATI. Ada apa
sesungguhnya dengan diri ini? Apakah kita sudah mengenal benar-benar
siapa diri kita? Jangan-jangan apa yang telah kita anggap diri sendiri
selama ini ternyata belum diri sejati kita? Pantaslah bila akhirnya kita
belum mengenal Tuhan… Lha wong mengenal diri sendiri saja belum, gitu
kok mau mengenal Tuhan…
Parahnya, bila kita tidak mengenal diri sendiri, maka kita tidak akan
mengenal Tuhan. Namun kita akan mengenal antitesis dari Tuhan yaitu
setan. Kalau ini terjadi, pasti yang kita kenal bukan diri sendiri tapi
diri orang lain atau malah diri setan itu sendiri. Ya, ampun deh…
Monggo kita diskusikan bersama, jangan sampai kita terjebak dalam
anggapan bahwa diri kita sudah menjadi diri sejati kita. Bila kita yakin
bahwa diri kita sudah menjadi diri sejati kita, ini berarti diri kita
sudah dibisiki oleh setan. Diri sejati lah yang hanya bisa mengenal
Tuhan Yang Sejati yang digambarkan oleh para ahli kebatinan sebagai TAN
KENA KINAYA NGAPA… Yang tidak bisa digambar oleh pikiran dan kata-kata.
Bila Anda kebetulan pada suatu ketika merasa sudah mengenali Tuhan,
yakinlah itu bukan Tuhan yang sesungguhnya…sebab Dia tidak bisa digambar
oleh otak, qalbu dan mulut Anda.
Ini sedikit tips sholat khusyuk: Jangan menggambar Tuhan dengan
kekuatan pikiran. Seberapa kuat pikiran Anda menggambar Tuhan dalam
angan-angan? Menggambar benda yang ada di depan mata saja saya yakin
tidak sempurna kok, mana mungkin mampu menggambarkan Tuhan dengan
kekuatan fokus pikiran dan fokus batin kita.. Bukankah Tuhan juga tidak
berwujud sebagaimana yang ada dalam gudang data/memori di otak? TUHAN
MEMILIKI SIFAT BERBEDA DENGAN SEMUA HAL YANG PERNAH DIKETAHUI DAN
DIANGANKAN OLEH MANUSIA. Sehingga sholat khusyuk justeru tidak perlu
konsentrasi macam-macam. Pikiran dan batin kita hanya sumarah, pasrah
total, sumeleh saja…
Salam sih katresnan
wongalus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar