Ingatan, badan, dan tabiat semua ditentukan oleh KEHENDAK
sebagai MELODI DASAR hidup kita. Oleh karena itulah dalam agama-agama
selalu dibicarakan tentang SURGA sebagai balasan untuk KEBAIKAN HATI,
KEBAIKAN KEHENDAK. Tidak pernah dibicarakan tentang SURGA untuk orang
yang pintar atau cerdas.
Semua
yang kita hadapi, awalnya tanpa label, tanpa sebutan, tanpa predikat.
Tanpa bingkai sama sekali, hanyalah sebuah kejadian. Setelah kita alami,
kita memberikannya sebuah bingkai. Kita melihatnya dari sudut pandang
tertentu dan merasakannya dari jendela hati kita. Ada yang
menyebutkannya sebagai ‘hoki’, ada yang menyebutnya ‘sial’, ‘kebetulan’,
‘saya memang selalu begini’, ‘karma’, ‘beginner’s luck’, ‘dia selalu
begitu’, ‘begitulah wanita’ dan seterusnya.
Semua itu adalah bingkai yang kita berikan terhadap sebuah kejadian
atau pengalaman kita. Setelah kita memberikan bingkai, atas ‘instruksi’
ini, subconscious kita mencatatnya sebagai sesuatu ‘pembenaran’.
Sebagai suatu bingkai yang akan dipakai untuk berbagai kejadian dengan
nature yang serupa dan sebagai penuntun ke sebuah jalur perilaku atau
sikap yang dianggap subconscious sebagai yang ‘benar’ untuk kita
berdasarkan bingkai tersebut.
Bingkai tertinggi dan terkuat dalam proses subconscious adalah
apabila ada kata-kata seperti ‘Saya memang begitu’, ‘Dia orangnya
begitu’, ‘Ya. Inilah saya’, ‘Ya, begitulah pasangan saya’, dan
sejenisnya, yangmana menempatkan kejadian atau pengalaman sebagai
‘identitas’ atau jati diri.
Dengan menempelkan ke bingkai identitas, kita akan berpikir,
berperilaku sesuai bingkai tersebut, atau akan merespon terhadap setiap
sikap orang lain berdasarkan bingkai yang kita tempelkan kepadanya.
Bagus, seandainya bingkai tersebut berguna bagi kita atau dengan bingkai
tersebut kita memperoleh apa yang kita inginkan dari hidup.
Berbahaya, apabila dari bingkai tersebut yang kita peroleh hanyalah
stress berlebihan, prasangka, dendam, iri, salah paham, sampai yang
cukup sering terjadi: kehilangan peluang atau tidak bisa melihat pilihan
lain karena kita sudah membatasi diri dengan bingkai tersebut.
Seorang yang membingkai dirinya dengan identitas sebagai orang yang
selalu sial akan selalu berusaha melihat, mendengar, dan merasakan
dirinya sial dalam berbagi situasi.
Bahkan pada saat dia ‘beruntung’ pun, dia akan mempunyai argumentasi
bahwa ini ‘bukan dia’. Dalam keadaan paling ekstrim dia seolah menolak
keberuntungan tersebut karena merasa dia tidak berhak. Bukti yang
paling bisa terlihat misalnya seseorang merasa bahwa dia tidak menarik.
Pada saat seseorang kemudian benar-benar tertarik kepadanya, apa yang
terjadi? Dia tetap saja tidak percaya diri, karena merasa tahu bahwa
dia tidak menarik dan tidak pantas apabila ada yang tertarik kepadanya.
And take my word for it, jika kita menghabiskan hidup kita mencari
pembenaran untuk sesuatu yang kita percaya mengenai diri kita atau orang
lain, kita akan menemukannya!
Seperti kata orang bijak ‘if you want to sing, you will find a
song!’. Jadi Anda bisa menentukan apakah berguna bagi Anda untuk
mencari pembenaran terhadap sesuatu yang pada akhirnya tidak memberikan
apapun untuk kita? Bingkai yang kita berikan tidak sama dengan
pengalaman atau kejadian itu sendiri. Saat berikut Anda ingin
memberikan bingkai terhadap sebuah kejadian atau pengalaman Anda, baik
dengan diri sendiri maupun orang lain, make sure it’s going to be a
useful frame.
Yakinkan dahulu bahwa bingkai tersebut adalah positif dan akan
berguna bagi Anda. Kedengarannya ‘kok repot’, dan pada awalnya memang
Anda akan merasa canggung karena secara conscious berusaha memberikan
bingkai terhadap berbagai pengalaman Anda. Setelah satu-dua kali,
Anda akan terbiasa dan Anda akan lihat, dengar, dan rasakan bahwa hidup
Anda secara perlahan tapi pasti, bergerak sesuai bingkai yang Anda
berikan kepadanya. Ini karena bingkai-bingkai Anda telah memberikan
instruksi kepada subconscious Anda untuk mengantarkan Anda ke kehidupan
berdasarkan bingkai tersebut!
Jadi kali berikut Anda terpeleset, yang mungkin biasanya Anda
langsung berkata “how clumsy I am!” atau “saya selalu kepeleset waktu
terburu-buru”, lebih berguna kalau memberinya bingkai “Ups! Better be
more careful next time!” atau “untung tidak ada yang lecet”. Atau pada
saat ribut dengan pasangan, biasanya mungkin Anda berucap “Huh! Dia
memang selalu begitu!” atau “Dia memang tidak akan pernah mengerti
saya”, lebih berguna kalau memberinya bingkai seperti “Apa yang terjadi
dengan dia? Saya tahu dia lebih baik dari ini” atau “Mungkin saya perlu
waktu yang lebih tepat untuk berbicara” Lebih POSITIF dan lebih
BERGUNA.
Jika Anda cukup sabar, YOU WILL SEE WHAT YOU BELIEVE IN YOUR FRAME.
Sekarang, tinggal apakah Anda BERKEHENDAK untuk mengubah bingkai
pengalaman apakah NEGATIF atau POSITIF.
Sekarang, apa hakikat KEHENDAK itu sesungguhnya? HAKIKAT MANUSIA
tidak terletak pada KESADARAN atau AKAL BUDI. KESADARAN itu hanya bagian
kecil dari HAKIKAT MANUSIA. Seperti kita hanya mengenal bagian kecil
dari bumi, yaitu bagian paling luar yaitu kulitnya. Demikianlah kita
juga hanya mengenal bagian luar dari hakikat kita yaitu KESADARAN, yang
hanya merupakan kulit atau permukaan dari sesuatu yang lebih besar dan
dalam. KESADARAN ITU SEPERTI PERMUKAAN LAUTAN. Keputusan-keputusan
tidak berasal dari KESADARAN tetapi dari bagian dalam lautan ini.
KEPUTUSAN diambil menurut hukum-hukum yang tidak jelas, sebagai hasil
dari suatu proses yang sama sekali tidak sadar seperti kita bernafas
maupu proses pencernaan. Dunia batin kita, termasuk akal budi dikuasai
oleh KEHENDAK. KEHENDAK adalah seperti orang buta yang kuat yang
mengangkut orang lumpuh yang dapat melihat. Manusia tidak DITARIK oleh
KESADARANNYA, ia justeru didorong oleh kehendak TIDAK SADAR.
Manusia didorong oleh KEHENDAK UNTUK HIDUP. Ingatan, badan, dan
tabiat semua ditentukan oleh KEHENDAK sebagai MELODI DASAR hidup kita.
Oleh karena itulah dalam agama-agama selalu dibicarakan tentang SURGA
sebagai balasan untuk KEBAIKAN HATI, KEBAIKAN KEHENDAK. Tidak pernah
dibicarakan tentang SURGA untuk orang yang pintar atau cerdas. KEHENDAK
itu sangat kuat. Semua fungsi badan membutuhkan istirahat dan tidur
untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dengan baik. KEHENDAK TIDAK PERNAH
LELAH DAN TIDAK PERNAH TIDUR dan mengurus terus menerus tugas jantung,
paru-paru dan organ manusia yang lain.
Apakah Hakikat Kehendak (irâdah) TUHAN ITU SAMA DENGAN HAKIKAT
KEHENDAK TUHAN? JELAS TIDAK. Kehendak manusia TIDAK SAMA dengan
kehendak (ISTILAH AGAMA: IRADAT) TUHAN. Karena, manusia terlebih dahulu
mengkonsepsikan sesuatu. Meminum air, misalnya, lalu ia MEMBERI BINGKAI
PENGALAMAN dan manfaat dari meminum air tersebut.
Dan setelah memastikan apa manfaat itu, keinginan dan antusias untuk
melakukan tindakan meminum terwujud dalam dirinya. Dan tatkala KEINGINAN
MENCAPAI PUNCAKNYA, LAHIRLAH PERINTAH UNTUK MEWUJUDKANNYA. MAKA IA PUN
BERGERAK UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN TERSEBUT. Akan tetapi, kita ketahui
bahwa tidak satu pun DARI KONSEPSI AFIRMASI, KEINGINAN, PERINTAH, DIRI,
DAN GERAKAN ORGAN dapat dilabelkan kepada TUHAN.
Lalu, apakah maksud dari kehendak Tuhan itu? Di dalam filsafat
Islam, kita akan sampai pada makna yang sesuai dengan wujud Tuhan yang
sederhana; TAK TERSUSUN dan BEBAS DARI SEGALA MACAM PERUBAHAN ini. Para
filsuf Islam menyimpulkan bahwa kehendak (Irâdah) Allah swt. terdiri
dari dua bagian:
A. IRADAH DZATIYAH (KEHENDAK DALAM TAHAP DZAT).
B. IRADAH FI’LIYAH (KEHENDAK DALAM TAHAP TINDAKAN).
KEHENDAK DZATIYAH KEHENDAK TUHAN TAHAP DZAT adalah ilmu terhadap
sistem terbaik pada ALAM PENCIPTAAN, dan kebaikan para hambanya terdapat
pada ketaatan pada hukum LOGIKA. Ia mengetahui sebaik-baiknya sistem
untuk alam semesta. Dan setiap ADA pada setiap tingkatan harus bersifat
baru. Ilmu ini merupakan sumber ADA bagi seluruh ADA.
Dan kebaruan fenomena-fenomena yang terdapat pada setiap zaman adalah
berbeda-beda. Demikian juga dari sudut pandang hukum, Dia mengetahui
letak APA YANG TERBAIK bagi seluruh makhluk, dan RUH seluruh hukum
adalah ilmu-Nya terhadap maslahat dan mafsadat.
KEHENDAK FI’LIYAH (PERBUATAN) TUHAN. adalah PENGADA itu sendiri dan
termasuk dalam sifat PERBUATAN. Oleh karena itu, KEHENDAK TUHAN. atas
penciptaan bumi dan langit adalah pengadaan bumi dan langit itu sendiri.
Dan kehendak-Nya atas kewajiban manusia adalah BERIBADAH dan MENJAUHI
LARANGANNYA adalah KEWAJIBAN. Sementara KEHENDAK DZATIYAH TUHAN adalah
ilmu-Nya maka KEHENDAK FI’LIYAH TUHAN adalah PENGADA itu sendiri. ***
wong alus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar